Senin, 13 Agustus 2012

Metode Penghitungan PPh Pasal 21

Pak

Untuk menghitung PPh Pasal 21, ada beberapa metode yaitu Gross, Net, Gross-up & Non Gross Up saya kurang faham perbedaan masing-masing adakah diantaranya yang lebih menguntungkan perusahaan diantara keempat metode tersebut? mohon pencerahan dan simulasi perhitungannya.

Terima kasih

Marlina
Depok

Solusi Cespleng:

Dalam praktek perhitungan PPH 21 perusahaan menggunakan berbagai macam metoda ada gross, net, gross-up, non gross-up. Mengapa terjadi demikian?  Untuk lebih jelasnya mari kita bahas lebih detail.
Metode Gross:
Apabila PPh21 terutang  dibayar sendiri oleh karyawan  yang bersangkutan :
Contoh :
Si A (TK/0)
Gaji sebulan = Rp. 2.000.000,-
PPh 21 yang dibayar sendiri = Rp 30.000,-
Take home pay = Rp.1.970.000,-
Metode Net:
PPh 21 dibayar/ditanggung pemberi kerja.
Contoh :
Si A (TK/0)
Gaji sebulan = Rp. 2.000.000,-
PPh 21 yang dibayar pemberi kerja = Rp. 30.000,- ---> merupakan kenikmatan, bukan biaya bagi pemberi kerja
Take home pay = Rp. 2.000.000,-

Metode Gross-Up:
Karyawan diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan) sebesar pajak yang dipotong
Contoh :
Si A (TK/0)
Gaji sebulan = Rp. 2.000.000,-
Tunjangan  PPh =  Rp. 30.000 -------> merupakan biaya bagi pemberi kerja sehingga bisa mengurangi pajak (deductable expense)
Jumlah Gaji = Rp. 2.030.000,-
Dipotong  PPh 21 = Rp. 30.000,-
Take home pay = Rp. 2.000.000,-

Metode Non Gross-Up:
Sebenarnya adalah metode perhitungan PPH 21 Net (PPH ditanggung pemberi kerja) atau  Gross (PPH ditanggung karyawan).  Hanya soal penamaan saja.

Mengapa muncul berbagai metode tersebut?
Salah satu tujuan penggajian adalah untuk memuaskan dan memotivasi karyawan.  Ada perusahaan yang menggunakan metode gross up atau net karena dengan menggunakan strategi ini karyawan akan merasa puas dan termotivasi  karena PPH 21 yang muncul ditanggung perusahaan. Karyawan merasa lebih diperhatikan.  Perusahaan percaya motivasi dan kepuasan karyawan akan meningkatkan produktivitas.  Sebaliknya ada perusahaan yang menggunakan metode gross saja karena PPH 21 itu sesuai peraturan perpajakan kan kewajiban karyawan.  Perusahaan kewajibannya  hanya menghitung, memotong dan menyetor PPH 21  tsb.  Semua metode tersbut diatas diperbolehkan menurut undang-undang dan peraturan perpajakan. Jadi  PPH 21 anda pakai metoda yang mana?

Sumber: http://www.hr-qu.com

Rabu, 08 Agustus 2012

Tatacara Mengajukan Permohonan Bebas PPN Import

Pak
Bulan ini perusahaan kami tengah mengimpor mesin yang digunakan untuk memproduksi barang-barang produk perusahaan kami, sepengetahuan kami impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilan Barang Kena Pajak, mendapatkan fasilitas bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikarenakan masuk kategori Barang Strategis..

Saat ini mesin tersebut telah ada di Bandara, dan tidak dapat keluar sebelum dilunasi PPh dan PPN import sejumlah yang tertera di Pemberitahuan Import Barang (PIB), mengingat pemanfaatan fasilitas bebas PPN import maka diperlukan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari kepala kantor pelayanan pajak.

Pertanyaan saya bagaimana prosedur untuk mendapatkannya, dan kelengkapan apa saja yang perlu dilampirkan?

Terima kasih

Tiara
Jakarta

Solusi Cespleng:

Berdasarkan Lampiran I huruf B Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor  KEP-234/PJ./2003 mengenai Tata Cara Permohonan dan Penatausahaan Pembebasan  PPN atas Impor BKP Tertentu yang Bersifat Strategis, permohonan SKB PPN  sebagaimana dimaksud pada butir 2 diajukan dengan melampirkan:
    a.    Fotokopi kartu NPWP;
    b.    Fotokopi Surat Pengukuhan PKP;
    c.    Surat Kuasa khusus bila dalam permohonan atau pengurusan SKB PPN diwakilkan kepada orang lain;
    d.    Dokumen impor berupa :
        -     Invoice
        -     Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
        -     Dokumen kontrak pembelian yang bersangkutan atau dokumen yang dapat dipersamakan
        -     Dokumen pembayaran berupa Letter of Credit (L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut;
    e.    Penjelasan tertulis secara rinci mengenai kegunaan dari BKP yang diimpor dalam rangkaian proses produksi menghasilkan BKP.




Demikian semoga bermanfaat
 

WARNING !!!

Setiap orang yang dengan sengaja:

a.tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c.tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h.tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i.tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

--- Pasal 39 (UU No. 28 Tahun 2007) ---

++++++++++++++++++++++++++++++++++

Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

--- Pasal 39A (UU No. 28 Tahun 2007) ---