Selasa, 15 Januari 2013

Ketentuan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan PPh

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 1/PJ/2011
 
TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN

                                                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang:

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;

Mengingat:
1.      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia   Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5138);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN.
  
Pasal 1
(1)      Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak  Penghasilan karena:
       a.     mengalami kerugian fiskal;
       b.     berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
       c.     Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan  terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan  oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2)      Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan  permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat  dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3)      Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak  Penghasilan yang bersifat final.

   
 Pasal 2
(1)      Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam   Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas.
(2)      Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan  Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  
Pasal 3
Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada:
a.     Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a,  dalam hal:
          1)      Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
          2)      Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
          3)      Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
b.     Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 1 ayat (1) huruf b, dengan memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan pajak.
c.     Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari  Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c.
d.     Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final sebagaimana dimaksud   dalam Pasal 1 ayat (2).

 Pasal 4
(1)      Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan  Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 1).
(2)      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau  pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan  menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan  yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf  b, dan huruf c.

Ini Formulirnya:


                       

                                                              Pasal 5

(1)      Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan dengan   menerbitkan:
       a.     Surat Keterangan Bebas; atau
       b.     surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
    dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(2)      Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak  belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
(3)      Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala   Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari  kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.


                                                   Pasal 6
Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 2 berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.


                                                     Pasal 7

Bentuk formulir Surat Keterangan Bebas untuk:
a.     pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 adalah sebagaimana dimaksud dalam  Lampiran II,
b.     pemungutan PPh Pasal 22 impor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


                                                  Pasal 8

Dalam hal permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 4 ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak dengan mempergunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


                                                 Pasal 9

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ/2002 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau  Pemungutan Pajak Penghasilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

                                            Pasal 10
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2011.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Januari 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WARNING !!!

Setiap orang yang dengan sengaja:

a.tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c.tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h.tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i.tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

--- Pasal 39 (UU No. 28 Tahun 2007) ---

++++++++++++++++++++++++++++++++++

Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

--- Pasal 39A (UU No. 28 Tahun 2007) ---